Minggu, 20 Juni 2010
tugas struktur2
1. Bentuk Tidak Normal (Unnormalized Form)
Bentuk ini merupakan kumpulan data yang akan direkam,tidak ada keharusan mengikuti suatu format tertentu. Data dikumpulkan apa adanya sesuai dengan saat menginput.
Berikut contoh bentuk tidak normal(unnormalized):
2. Bentuk normal ke satu /1NF(Firs Normal From)
Ciri-ciri 1NF:
Setiap data dibentuk dalam flat file
Tidak ada set atribut yang berulang atau bernilai ganda
Tiap file hanya satu pengertian
Berikut contoh 1NF:
3. Bentuk normal kedua 2NF/ (Second Normal Form)
Bentuk normal ke2 mempunyai syarat yaitu bentuk data telah memenuhi kriteria bentuk normal kesatu dan menentukan kunci.
Berikut contoh 2NF:
4. Bentuk normal ketiga 3NF
Untuk menjadi bentuk normal ketiga maka relasinya haruslah dalam bentuk normal kedua dan semua atribut bukan primer tidak punya hubungan yang transitif.
berikut contoh bentuk normal ketiga:
struktur1
1. Command CREATE
FUNGSI : Untuk menciptakan atau membuat database baru.
SYNTAX : Create database nama_database;
PARAMETER : -
CONTOH : Create database penggajian;
PENJELASAN : Dengan adanya Query OK, 1 row affected (0.11 sec)
menyatakan kalau database sudah berhasil dibuat.
2. Command SHOW
FUNGSI : Untuk melihat database yang telah berhasil dibuat, bisa
juga untuk melihat tabel.
SYNTAX : Show databases;
PARAMETER : -
CONTOH : Show databases;
PENJELASAN : Kita dapat melihat database yang telah berhasil dibuat
3.Command USE
FUNGSI : Untuk mengaktifkan atau masuk ke dalam database.
SYNTAX : Use nama_databases;
PARAMETER : -
CONTOH : Use Penggajian;
PENJELASAN : Contoh gambar diatas telah diaktifkannya database,
setelah aktif baru diizinkan melakukan operasi-operasi
yang menyangkut table dan isinya.
4. Command RENAME
FUNGSI : Untuk mengganti atau mengubah nama tabel
SYNTAX : RENAME nama_tabel to nama_tabel baru;
PARAMETER :-
CONTOH : rename karyawan to pegawai;
PENJELASAN : Tabel karyawan yang ada di database penggajian telah
diubah atau diganti namanya menjadi pegawai.
5. Command Drop
FUNGSI : Untuk menghapus
SYNTAX : DROP database nama_database yang mau dihapus;
PARAMETER : -
CONTOH : DROP database penggajian:
PENJELASAN : database penggajian yang sebelumnya masih ada,dengan
menggunakan perintah DROP menjadi terhapus,bisa
dilihat pada gambar diatas database penggajian sudah
tidak ada lagi.
DATA MANIPULATION LANGUAGE (DML)
1. Command INSERT
FUNGSI : Menambah atau mengisi data baru kedalam tabel.
SYNTAX : 1.INSERT INTO nama_tabel(daftar_kolom)
values(daftar_nilai);
PARAMETER : INTO, SET
CONTOH : INSERT INTO pegawai
values(‘P001’,’solehnic’,’pondok karet’,’08909090’)
(‘P002’,’stenomic’,’parit masehvic’,’08977777’);
PENJELASAN : Dengan perintah insert kita dapat menambah data
baru,gambar diatas menunjukan kalau tabel pegawai
sudah ditambah data baru.
2. Command SELECT
FUNGSI : Untuk menampilkan data yang terdapat didalam database
atau tabel.
SYNTAX : SHOW*from nama_table;
PARAMETER : from
CONTOH : SHOW*from pegawai;
PENJELASAN : Dengan menggunakan perintah SELECT kita dapat
melihat tabel yang telah di isi dengan data, gambar diatas
menunjukan kalau tabel pegawai sudah diisi dengan data
dengan menggunakan perintah SELECT.
3. Command UPDATE
FUNGSI : Untuk melakukan perubahan terhadap sejumlah data yang
ada didalam tabel yang telah dibuat.
SYNTAX : UPDATE table_name
set column1_name=column1_content
where column2_name=column2_content;
PARAMETER : set, where
CONTOH : UPDATE pegawai
Set nama=’fauzan’,alamat=’pondok labu’
where nik=’P002’;
PENJELASAN : Dari gambar diatas kita dapat melihat isi tabel pegawai
yang ada, kita rubah dengan berintah UPDATE dan
hasilnya didapat data yang baru.
4. Command DELETE FROM
FUNGSI : Command DELETE FROM ini berfungsi untuk
menghapus record yang ada pada sebuah tabel.
SYNTAX : DELETE FROM nama_tabel WHERE nama_field =’option’;
PARAMETER : where
CONTOH : DELETE FROM bagian WHERE kode_bgn =’B001’;
PENJELASAN : Perintah diatas akan menghapus record dari tabel obat
yang memiliki kode_bgn
5. DESC
FUNGSI : Command DESC ini berfungsi untuk menampilkan struktur
tabel yang telah dibuat. Apa saja field yang telah dibuat,
type data dari field tersebut, dan primary key akan terlihat
disini.
SYNTAX : DESC name_table;
PARAMETER : -
CONTOH : DESC bagian;
PENJELASAN : perintah diatas akan memperlihatkan stuktur dari tabel
bagian yang telah dibuat seperti fieldnya,type dll.
6. Command EXPLAIN
FUNGSI : Command EXPLAIN ini memiliki fungsi yang sama seperti
Desc yaitu berfungsi untuk menampilkan struktur tabel yang
telah dibuat, seperti nama_field, type data dari field tersebut,
dan primary key.
SYNTAX : EXPLAIN nama_table;
PARAMETER : -
CONTOH : EXPLAIN bagian;
PENJELASAN : perintah diatas akan memperlihatkan stuktur dari tabel
bagian yang telah dibuat.
7. SELECT DESCENDING
Fungsi : Command SELECT DESCENDING ini berfungsi
menampilkan semua data dari bawah ke atas berdasarkan
field yang telah ditentukan.
Syntax : SELECT field1, field2, dan seterusnya FROM nama_tabel
ORDER BY field yang jadi acuan DESC;
Parameter : from, order by, desc
Contoh : SELECT kode_bgn, nama_bgn, jumlah FROM bagian
ORDER BY kode_bgn DESC;
Penjelasan : Perintah diatas akan menampilkan data pada kode_bgnt,
nama_bgnt pada tabel bagian dan yang menjadi
acuan pengurutan data dari bawah ke atas adalah bagiant.
8. SELECT COUNT
FUNGSI : Command SELECT COUNT ini berfungsi menampilkan
jumlah record yang ada dalam suatu tabel.
SYNTAX : SELECT COUNT(*)FROM nama_tabel;
PARAMETER : count, from
CONTOH : SELECT COUNT(*)FROM bagian;
PENJELASAN : Perintah diatas menampilkan jumlah record yang ada pada tabel bagian.
9. SELECT MAX
Fungsi : Command SELECT MAX ini berfungsi untuk mencari nilai tertinggi pada sebuah field di tabel.
Syntax : SELECT MAX(nama_field) FROM nama_tabel;
Parameter : max, from
Contoh : SELECT MAX(ipk) FROM mahasiswa;
Penjelasan : Perintah diatas akan menampilkan nilai tertinggi dari field ipk pada tabel mahasiswa.
10. SELECT MIN
Fungsi : Command SELECT MIN ini berfungsi untuk mencari nilai terendah pada sebuah field di tabel.
Syntax : SELECT MIN(nama_field) FROM nama_tabel;
Parameter : min, from
Contoh : SELECT MIN(ipk) FROM mahasiswa;
Penjelasan : Perintah diatas akan menampilkan nilai terendah dari field ipk pada tabel mahasiswa.
Sabtu, 19 Juni 2010
Tugas 3
Pembuatan Program Visual Basic 6.0 dan MYSQL.
Tahap-tahap yang harus dilakukan :
Pastikan komputer anda sudah ter install program dibawah ini:
1. Program vb 6.0
2. Program Mysql
3. Driver mysql odbc 5.1
Buatlah sebuah form dengan tampilan seperti diatas, kemudian masukkan kode programnya sebagai berikut, tapi jangan lupa menginstal Driver ODBC 5.1:
Dim koneksi As New ADODB.Connection
Function konek() As Boolean
On Error GoTo keluar
Koneksi.Open "driver=mysql odbc 5.1
driver;server=localhost;user=root;datasource=mysql;"
koneksi.CursorLocation = adUseClient
konek = True
keluar:
End Function
Private Sub Combo1_Click()
Call pilihss
Call isitabel
End Sub
Private Sub Command1_Click()
On Error GoTo keluar
Set DataGrid1.DataSource = koneksi.Execute(Text1.Text)
Call isidatabase
keluar:
If Err.Number <> 0 Then MsgBox Err.Description
End Sub
Private Sub Command2_Click()
End
End Sub
Private Sub Form_Load()
If Not konek Then
MsgBox "yach...ga'mau konek"
Else
Call isidatabase
End If
End Sub
Sub isidatabase()
Dim ss As ADODB.Recordset
Set ss = koneksi.Execute("show databases")
Combo1.Clear
Do While Not ss.EOF
Combo1.AddItem ss(0)
ss.MoveNext
Loop
End Sub
Sub isitabel()
Dim ww As ADODB.Recordset
Set ww = koneksi.Execute("show tables")
List1.Clear
Do While Not ww.EOF
List1.AddItem ww(0)
ww.MoveNext
Loop
End Sub
Sub pilihss()
Call koneksi.Execute("use " & Combo1.Text)
End Sub
Private Sub Text1_KeyPress(KeyAscii As Integer)
If KeyAscii = 13 Then
Command1.SetFocus
End If
End Sub
Kamis, 08 April 2010
MANDALAWANGI - PANGRANGO
Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang2mu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu
walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku
aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua
"hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya "tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
'terimalah dan hadapilah
dan antara ransel2 kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 jurangmu
aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup
Jakarta 19-7-1966
Puisi ini memberiku inspirasi untuk mulai mencintai gunung. Aku gak tahu tepatnya kapan aku temukan puisi ini. Lupa. Yang aku ingat, sejak tahu puisi ini dibuat oleh Soe Hok Gie, aku mulai tertarik dengan pembuatnya. Dan tertarik juga untuk menyambangi Mandalawangi. Pengen tahu sehebat apa pesonanya sampai-sampai Gie mengidolakan tempat itu.
Bersyukur, aku gak perlu jauh-jauh cari info. Teh Dian, temanku waktu di Bandung, meminjamkan buku antiknya berjudul CATATAN SEORANG DEMONSTRAN (CSD). Kusebut antik karena warna kertasnya yang udah kuning kecoklatan dan jahitannya yang udah gak utuh lagi menampakkan kalo buku itu sudah berumur. Mungkin karena itu aku tidak menemukan puisi Mandalawangi-Pangrango dalam buku CSD, karena ada beberapa halaman yang hilang.
Soe Hok Gie, lahir di Jakarta 17 Desember 1942, seorang mahasiswa UI tahun '66 yang juga aktivis dan banyak menyuarakan tentang HAM dan tentang semua ketidakadilan yang terjadi di masa itu. Orangnya idealis, berani dan gigih. Dia mengobarkan pemikiran dan sikapnya melalui tulisan, dalam mimbar diskusi, rapat senat mahasiswa sampai berdiri di barisan terdepan dalam demonstrasi menentang rezim Soekarno. Dia juga tergabung dalam Mapala UI. Alun-alun Mandalawangi di gunung Pangrango adalah tempat favoritnya. Dia meninggal di gunung Semeru bersama seorang kawannya akibat menghirup gas beracun yang menghembus dari kawah Mahameru, tanggal 16 Desember 1969, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27. Pada tahun 1975, makamnya dibongkar dan tulang belulang Gie dikremasi dan abunya disebar di puncak Gunung Pangrango.
Cita-cita Soe Hok Gie untuk mati di tengah alam betul-betul kesampaian. Cocok dengan ungkapan dari puisi Yunani yang suka dikutipnya; "Nasib terbaik adalah tak dilahirkan. Yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Bahagialah mereka yang mati muda."
Soe Hok Gie memang mati muda. Tapi semangatnya tetap hidup dan memberi inspirasi pada banyak orang. Sampai saat ini, puisi Mandalawangi-Pangrango menjadi puisi wajib bagi para pendaki gunung.
Kata Soe Hok Gie mati muda itu yang paling enak?
Saya adalah tipe orang yang jika sangat terkesan terhadap suatu hal, baik itu merupakan lagu, film, kejadian, maupun orang, maka saya cenderung sulit lupa dengan hal itu. Demikian hal yang terjadi pada saya ketika menonton film “GIE” beberapa tahun silam. Saya ingat pada adegan terakhir, ketika tokoh utama dikisahkan telah berpulang ke rahmatullah lalu ditampilkan visualisasi ia yang berjalan di pantai, invoice yang muncul adalah pendapat Soe Hok Gie mengenai ‘anugrah yang terbaik adalah mati muda‘ dan memang demikian yang terjadi padanya, beliau meninggal pada usia yang masih muda, tentu dengan meninggalkan sesuatu.
Dalam hal ini entah mengapa saya kurang setuju dengan pendapat Soe Hok Gie. Meninggal pada usia muda, katakanlah usia remaja atau dewasa muda menurut saya merupakan sesuatu yang tidak begitu menyenangkan (walaupun tentu kita tidak dapat menentukan apakah mati itu menyenangkan atau tidak, karena tidak ada orang yang mampu mengemukakan pendapat lebih enak hidup atau mati setelah mereka meninggal kan?). Saya tidak pintar bicara tentang kematian, namun menurut saya pribadi mati muda itu ‘kentang’ atau ‘kena tanggung’.
Begini, dalam usia remaja maupun memasuki awal dewasa muda kita memasuki masa dimana kita ingin menemukan siapa diri kita yang sebenarnya. Di usia remaja kita melakukan banyak sekali pemberontakan, terhadap orangtua, terhadap aturan-aturan yang ada, terhadap skema yang telah kita miliki sebelumnya, intinya kita berada pada masa bimbang dan huru-hara. Kita seringkali merasa sebal dan marah, diperlakukan tidak adil, tidak bisa mengekspresikan diri dan idealisme karena norma- norma maupun aturan yang ada. Seringkali kita tidak mengerti mengapa peraturan ini dibuat, mengapa orangtua kita berbuat hal seperti itu kepada kita, dan sebagainya dan sebagainya.
Saya kemudian membayangkan, jika seseorang meninggal pada usia muda, atau katakanlah usia remaja atau memasuki dewasa awal, maka orang tersebut tidak akan pernah tahu kenapa orangtuanya melakukan hal seperti itu, kenapa ada peraturan ini dan itu dan mengapa sebagai remaja kita ’selalu’ memberontak. Kita tidak pernah tahu betapa sulitnya menjadi orangtua, dan sebagainya dan sebagainya. Kita mungkin juga belom bisa melihat prestasi apa yang bisa kita buat untuk mengukir eksistensi kita di dunia, untuk membalas budi kepada orangtua (saya termasuk orang yang percaya bahwa kita harus membalas budi orangtua), dan masih banyak hal lain. Mungkin yang paling tidak mengenakkan ketika meninggalkan dunia dalam usia yang masih remaja (atau muda) adalah kita masih belum menemukan jawaban dari sebagian besar keresahan yang ada dalam diri kita. Seperti itulah yang saya pikir terjadi pada Soe Hok gie.
Yah, walaupun begitu, kita juga toh tidak bisa memilih waktu kematian kita kan?
soe hok gie
Soe Hok Gie dalam kata - kata
- Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
- Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
Soe Hok Gie dalam kata - kata
- Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
- Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
- Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
- Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
- Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
- Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
- Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
- Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
- Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
- Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
- Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
- Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
- Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.
- To be a human is to be destroyed.
- Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
- Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
- I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
- Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
- Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
- Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
- Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.
- Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
- Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
- Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
- Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
- Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
- Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
- Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
- Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
- Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
- Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
- Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.
- To be a human is to be destroyed.
- Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
- Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
- I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
- Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
- Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
- Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
- Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.
Antara Soe Hok Gie dan Puncak Mahameru
Apa hubungan antara Soe Hok Gie dan Puncak Mahameru?
Dan apa yang berkaitan antara keduanya?
Soe Hok Gie dan Mahameru adalah dua legenda Indonesia, sedangkan hubungan antara keduanya?
Soe Hok Gie wafat di Mahameru saat melakukan pendakian pada 18 Desember 1969 karena menghirup asap beracun gunung tersebut
Soe Hok Gie dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942. Dia adalah sosok aktifis yang sangat aktif pada masanya. Sebuah karya catatan hariannya yang berjudul Soe Hok Gie: Catatan Seorang Demonstran setebal 494 halaman oleh LP3ES diterbitkan pada tahun 1983. Soe Hok Gie tercatat sebagai mahasiswa Universitas Indonesia dan juga merupakan salah satu pendiri Mapala UI yang salah satu kegiatan terpenting dalam organisasi pecinta alam tersebut adalah mendaki gunung. Gie juga tercatat menjadi pemimpin Mapala UI untuk misi pendakian Gunung Slamet, 3.442m.
Kemudian pada 16 Desember 1969, Gie bersama Mapala UI berencana melakukan misi pendakian ke Gunung Mahameru (Semeru) yang mempunyai ketinggian 3.676m. Banyak sekali rekan-rekannya yang menanyakan kenapa ingin melakukan misi tersebut. Gie pun menjelaskan kepada rekan-rekannya tesebut :
“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”
Sebelum berangkat, Gie sepertinya mempunyai firasat tentang dirinya dan karena itu dia menuliskan catatannya :
“Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat.”
Dari beberapa catatan kecil serta dokumentasi yang ada, termasuk buku harian Gie yang sudah diterbitkan, Catatan Seorang Demonstran (CSD) (LP3ES, 1983), berikut beberapa kisah yang mewarnai tragedi tersebut yang saya kutip dari Intisari :
Suasana sore hari bergerimis hujan dan kabut tebal, tanggal 16 Desember 1969 di G. Semeru. Seusai berdoa dan menyaksikan letupan Kawah Jonggringseloko di Puncak Mahameru (puncaknya G. Semeru) serta semburan uap hitam yang mengembus membentuk tiang awan, beberapa anggota tim terseok-seok gontai menuruni dataran terbuka penuh pasir bebatuan, mereka menutup hidung, mencegah bau belerang yang makin menusuk hidung dan paru-paru. Di depan kelihatan Gie sedang termenung dengan gaya khasnya, duduk dengan lutut kaki terlipat ke dada dan tangan menopang dagu, di tubir kecil sungai kering. Tides dan Wiwiek turun duluan.
Dengan tertawa kecil, Gie menitipkan batu dan daun cemara. Katanya, “Simpan dan berikan kepada kepada ‘kawan-kawan’ batu berasal dari tanah tertinggi di Jawa. Juga hadiahkan daun cemara dari puncak gunung tertinggi di Jawa ini pada cewek-cewek FSUI.” Begitu kira-kira kata-kata terakhirnya, sebelum turun ke perkemahan darurat dekat batas hutan pinus atau situs recopodo (arca purbakala kecil sekitar 400-an meter di bawah Puncak Mahameru).
Di perkemahan darurat yang cuma beratapkan dua lembar ponco (jas hujan tentara), bersama Tides, Wiwiek dan Maman, mereka menunggu datangnya Herman, Freddy, Gie, dan Idhan. Hari makin sore, hujan mulai tipis dan lamat-lamat kelihatan beberapa puncak gunung lainnya. Namun secara berkala, letupan di Jonggringseloko tetap terdengar jelas.
Menjelang senja, tiba-tiba batu kecil berguguran. Freddy muncul sambil memerosotkan tubuhnya yang jangkung. “Gie dan Idhan kecelakaan!” katanya. Tak jelas apakah waktu itu Freddy bilang soal terkena uap racun, atau patah tulang. Mulai panik, mereka berjalan tertatih-tatih ke arah puncak sambil meneriakkan nama Herman, Gie, dan Idhan berkali-kali.
Beberapa saat kemudian, Herman datang sambil mengempaskan diri ke tenda darurat. Dia melapor kepada Tides, kalau Gie dan Idhan sudah meninggal! Kami semua bingung, tak tahu harus berbuat apa, kecuali berharap semoga laporan Herman itu ngaco. Tides sebagai anggota tertua, segera mengatur rencana penyelamatan.
Menjelang maghrib, Tides bersama Wiwiek segera turun gunung, menuju perkemahan pusat di tepian (danau) Ranu Pane, setelah membekali diri dengan dua bungkus mi kering, dua kerat coklat, sepotong kue kacang hijau, dan satu wadah air minum. Tides meminta beberapa rekannya untuk menjaga kesehatan Maman yang masih shock, karena tergelincir dan jatuh berguling ke jurang kecil.
“Cek lagi keadaan Gie dan Idhan yang sebenarnya,” begitu ucap Tides sambil pamit di sore hari yang mulai gelap. Selanjutnya, mereka berempat tidur sekenanya, sambil menahan rembesan udara berhawa dingin, serta tamparan angin yang nyaris membekukan sendi tulang.
Baru keesokan paginya, 17 Desember 1969, mereka yakin kalau Gie dan Idhan sungguh sudah tiada, di tanah tertinggi di Pulau Jawa. Mereka jumpai jasad keduanya sudah kaku. Semalam suntuk mereka lelap berkasur pasir dan batu kecil G. Semeru. Badannya yang dingin, sudah semalaman rebah berselimut kabut malam dan halimun pagi. Mata Gie dan Idhan terkatup kencang serapat katupan bibir birunya. Mereka semua diam dan sedih.
Soe Hok Gie telah menjadi salah satu Dewa yang memuncaki Mahameru, Puncak Abadi Para Dewa.
[ Sumber : Catatan Yulian, Intisari dan hasil dari Googling ]
Resensi Buku Soe Hok Gie oleh Arief Budiman
Ada dua hal yang membuat saya sulit untuk menulis tentang almarhum adik saya, Soe Hok Gie. Pertama, karena terlalu banyak yang mau saya katakan, sehingga saya pasti akan merasa kecewa kalau saya menulis tentang dia pada pengantar buku ini. Kedua, karena bagaimanapun juga, saya tidak akan dapat menceritakan tentang diri adik saya secara obyektif. Saya terlalu terlibat di dalam hidupnya. Karena itu, untuk pengantar buku ini, saya hanya ingin menceritakan suatu peristiwa yang berhubungan dengan diri almarhum, yang mempengaruhi pula hidup saya dan saya harap, hidup orang-orang lain juga yang membaca buku ini.
Saya ingat, sebelum dia meninggal pada bulan Desember 1969, ada satu hal yang pernah dia bicarakan dengan saya. Dia berkata, “Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan yang sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Dan kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi apa sebenarnya yang saya lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol? Kadang-kadang saya merasa sungguh-sungguh kesepian”.
Saya tahu, mengapa dia berkata begitu. Dia menulis kritik-kritik yang keras di koran-koran, bahkan kadang-kadang dengan menyebut nama. Dia pernah mendapat surat-surat kaleng yang antara lain memaki-maki dia sebagai “Cina yang tidak tahu diri, sebaiknya pulang ke negerimu saja”. Ibu saya sering gelisah dan berkata: “Gie, untuk apa semuanya ini. Kamu hanya mencari musuh saja, tidak mendapat uang”. Terhadap ibu dia cuma tersenyum dan berkata “Ah, mama tidak mengerti”.
Kemudian, dia juga jatuh cinta dengan seorang gadis. Tapi orangtuanya tidak setuju – mereka selalu dihalangi untuk bertemu. Orangtua gadis itu adalah seorang pedagang yang cukup kaya dan Hok Gie sudah beberapa kali bicara dengan dia. Kepada saya, Hok Gie berkata: “Kadang-kadang, saya merasa sedih. Kalau saya bicara dengan ayahnya si., saya merasa dia sangat menghargai saya. Bahkan dia mengagumi keberanian saya tanpa tulisan-tulisan saya. Tetapi kalau anaknya diminta, dia pasti akan menolak. Terlalu besar risikonya. Orang hanya membutuhkan keberanian saya tanpa mau terlibat dengan diri saya”.
Karena itu, ketika seorang temannya dari Amerika menulis kepadanya: “Gie seorang intelektual yang bebas adalah seorang pejuang yang sendirian, Selalu. Mula-mula, kau membantu menggulingkan suatu kekuasaan yang korup untuk menegakkan kekuasaan lain yang lebih bersih. Tapi sesudah kekuasaan baru ini berkuasa, orang seperti kau akan terasing lagi dan akan terlempar keluar dari sistem kekuasaan. Ini akan terjadi terus-menerus. Bersedialah menerima nasib ini, kalau kau mau bertahan sebagai seorang intelektual yang merdeka: sendirian, kesepian, penderitaan”. Surat ini dia tunjukkan kepada saya. Dari wajahnya saya lihat dia seakan mau berkata: Ya, saya siap.
Dalam suasana yang seperti inilah dia meninggalkan Jakarta untuk pergi ke puncak gunung Semeru. Pekerjaan terakhir yang dia kerjakan adalah mengirim bedak dan pupur untuk wakil-wakil mahasiswa yang duduk di parlemen, dengan ucapan supaya mereka bisa berdandan dan dengan begitu akan tambah cantik di muka penguasa. Suatu tindakan yang membuat dia tambah terpencil lagi, kali ini dengan beberapa teman-teman mahasiswa yang dulu sama-sama turun ke jalanan pada tahun 1966.
Ketika dia tercekik oleh gas beracun kawah Mahameru, dia memang ada di suatu tempat yang terpencil dan dingin. Hanya seorang yang mendampinginya, salah seorang sahabatnya yang sangat karib. Herman Lantang. Suasana ini juga yang ada, ketika saya berdiri menghadapi jenazahnya di tengah malam yang dingin, di rumah lurah sebuah desa di kaki Gunung Semeru. Jenazah tersebut dibungkus oleh plastik dan kedua ujungnya diikat dengan tali, digantungkan pada sebatang kayu yang panjang, Kulitnya tampak kuning pucat, matanya terpejam dan dia tampak tenang. Saya berpikir: “Tentunya sepi dan dingin terbungkus dalam plastik itu”. Ketika jenazah dimandikan di rumah sakit Malang, pertanyaan yang muncul di dalam diri saya alah apakah hidupnya sia-sia saja? Jawabannya saya dapatkan sebelum saya tiba kembali di Jakarta.
Saya sedang duduk ketika seorang teman yang memesan peti mati pulang. Dia tanya, apakah saya punya keluarga di Malang? Saya jawab “Tidak. Mengapa?” Dia cerita, tukang peti mati, ketika dia ke sana bertanya, “untuk siapa peti mati ini?” Teman saya menyebut nama Soe Hok Gie dan si tukang peti mati tampak agak terkejut. “Soe Hok Gie yang suka menulis di koran?” Dia bertanya. Teman saya mengiyakan. Tiba-tiba, si tukang peti mati menangis. Sekarang giliran teman saya yang terkejut. Dia berusaha bertanya, mengapa si tukang peti mati menangis, tapi yang ditanya terus menangis dan hanya menjawab “Dia orang berani. Sayang dia meninggal”.
Jenazah dibawa oleh pesawat terbang AURI, dari Malang mampir Yogya dan kemudian ke Jakarta. Ketika di Yogya, kami turun dari pesawat dan duduk-duduk di lapangan rumput. Pilot yang mengemudikan pesawat tersebut duduk bersama kami. Kami bercakap-cakap. Kemudian bertanya, apakah benar jenazah yang dibawa adalah jenazah Soe Hok Gie. Saya membenarkan. Dia kemudian berkata: “Saya kenal namanya. Saya senang membaca karangan-karangannya. Sayang sekali dia meninggal. Dia mungkin bisa berbuat lebih banyak, kalau dia hidup terus”. Saya memandang ke arah cakrawala yang membatasi lapangan terbang ini dan hayalan saya mencoba menembus ruang hampa yang ada di balik awan sana. Apakah suara yang perlahan dari penerbang AURI ini bergema juga di ruang hampa tersebut?
Saya tahu, di mana Soe Hok Gie menulis karangan-karangannya. Di rumah di Jalan Kebon jeruk, di kamar belakang, ada sebuah meja panjang. Penerangan listrik suram, karena voltase yang selalu turun kalau malam hari. Di sana juga banyak nyamuk. Ketika orang-orang lain sudah tidur, seringkali masih terdengar suara mesin tik dari kamar belakang Soe Hok Gie, di kamar yang suram dan banyak nyamuk itu, sendirian, sedang mengetik membuat karangannya. Pernahkan dia membayangkan bahwa karangan tersebut akan dibaca oleh seorang penerbang AURI atau oleh seorang tukang peti mati di Malang?
Tiba-tiba, saya melihat sebuah gambaran yang menimbulkan pelbagai macam perasaan di dalam diri saya. Ketidakadilan bisa merajalela, tapi bagi seorang yang secara jujur dan berani berusaha melawan semua ini, dia akan mendapat dukungan tanpa suara dari banyak orang. Mereka memang tidak berani membuka mulutnya, karena kekuasaan membungkamkannya. Tapi kekuasaan tidak bisa menghilangkan dukungan dukungan itu sendiri, karena betapa kuat pun kekuasaan, seseorang tetap masih memiliki kemerdekaan untuk berkata “Ya” atau “Tidak”, meskipun Cuma di dalam hatinya.
Saya terbangun dari lamunan saya ketika saya dipanggil naik pesawat terbang. Kami segera akan berangkat lagi. Saya berdiri kembali di samping peti matinya. Di dalam hati saya berbisik “Gie, kamu tidak sendirian”. Saya tak tahu apakah Hok Gie mendengar atau tidak apa yang saya katakan itu. Suara pesawat terbang mengaum terlalu keras.
Arief Budiman (Soe Hok Djin)
(seperti dimuat dalam buku Catatan Seorang Demonstran edisi 1993)